Pages - Menu

-

(: Selamat Membaca & Jangan Lupa Komentar Ya :)

Kamis, 05 Oktober 2017

Menyingkapi Konflik Kemarin Sore di Jember

Pada hari Rabu tanggal 04 Oktober 2017 ada peristiwa supporter sepakbola dengan provokator yang tidak jelas identitasnya. Saat itu saya dan ibunda saya melakukan perjalanan ke Surabaya yang berawal dari Stasiun Jember. Sekitar jam 8.30 kereta api Jalur Probowangi mampir ke stasiun Jember, kami berpapasan dengan supporter sepak bola yakni bonek, akan tetapi suasana masih aman dan tertib. Sepertinya Jember Sport Garden kedatangan tamu istimewa yakni team Persebaya dan Persigo Semeru. Dalam benak saya , semoga tidak terjadi kericuhan di kota Jember ini dan jam menunjukkan pukul 9 pagi saatnya kereta api giliran saya untuk berangkat .

2 jam berlalu handphone saya memenuhi notif dari temen- temen di kota Jember.Adapun yang mengirimkan video konflik lokasi disana. Saya pun dengan segera mencari kepastian terlebih dahulu apakah ini benar video konflik antara supporter dengan provokator yang tidak jelas identitasnya. Saat saya menggali informasi di google dan instagram, dan saya hanya menemui video konflik yang sama dengan kiriman teman- teman. Akan tetapi dari akun instagram ini hanya memihak satu klub saja dan belum tentu tahu apa penyebabnya sehingga terjadi konflik yang segitu hebohnya di media sosial.

Mungkin sebagian orang pun menganggap konflik ini biasa karena adu ejek atau bisa disebut sebagai provokasi antar suporter klub pesepakbola. Menurut saya tidak biasa karena dari waktu ke waktu ada perubahan sikap antara supporter pesepakbola dan semakin dewasa atau pun tidak memulai provokasi antar satu klub dengan klub lain. Saya ambil contoh seperti konflik suporrter klub pesepakbola antara jakmania dengan bobotoh mulai mereda dan mengalami sinyal positif yakni perdamaian.

Kita pun bisa menyingkapi kejadian heboh kemarin yang terjadi murni bukan konflik antar supporter pesepakbola. Akan tetapi adanya provokasi antar supporter pesepakbola dengan provokator yang tidak jelas identitasnya. Demikian kita jangan langsung menyebarkan informasi hoax yang kita terima dan kita harus menggali informasi ini sebelum menyebarkan ke media sosial.

#PrayforJember #JemberTerbina


Senin, 25 September 2017

Kutipan: Soe Hok Gie dari Catatan Seorang Demonstran

Buku Catatan Seorang Demonstran | gdrs

Catatan Seorang Demonstran adalah buku yang berisi pemikiran- pemikiran (alm.) Soe Hok Gie, mahasiswa Jurusan Sejarah FSUI. Disusun lewat pengumpulan karya - karya tulisan Gie, baik di jurnal hariannya, maupun dari tulisan- tulisannya di koran nasional. Menarik untuk dibaca dan terlihar lewat penggambarannya sebagai mahasiswa pada era orde lama, Gie dapat membawa kita menyelami kehidupan rakyat Indonesia sekitar tahun 1960- an. Kutipan Catatan Seorang Demonstran oleh Soe Hok Gie sebagai berikut :



"Nobody can see the trouble I see, nobody knows my sorrow."
- Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran


"Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakik dalam kehidupan: 'dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan'. Tanpa itu semua maka kita tidak lebih dari benda. Berbahagialah orang yang masih mempunyai rasa cinta, yang belum sampai kehilangan benda yang paling berharga itu. Kalau kita telah kehilangan itu maka absurdlah hidup kita".
- Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran


"Makhluk kecil kembalilah. Dari tiada ke tiada. Berbahagialah dalam ketiadaanmu."
 - Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran


"Hanya ada 2 (dua) pilihan, menjadi apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih untuk jadi manusia merdeka."
 - Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran


"Aku kira dan bagiku itulah kesadaran sejarah. Sadar akan hidup dan kesia- siaan nilai."
 - Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran


"Kebenaran hanya ada di langit dan dunia hanyalah palsu dan palsu."
 - Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran


"Orang yang berani karena bersenjata adalah pengecut."
 - Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran


"Ketika Hitler mulai membuas maka kelompok Inge School berkata tidak. Mereka (pemuda- pemuda Jerman ini) punya keberanian untuk berkata "tidak". Mereka walaupun masih muda, telah berani menentang pemimpin- pemimpin gang- gang bajingan, rezim Nazi yang semua identik. Bahwa mereka mati, bagiku bukan soal. Mereka telah memenuhi panggilan seorang pemikir. Tidak ada indahnya (dalam arti romantik) penghukuman mereka, tetapi apa yang lebih puitis selain bicara tentang kebenaran."
 - Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran



(link)